Harga Cabai Anjlok, Nasib Petani di Ujung Tanduk

Pedagang memilah cabai di Pasar Legi, Solo Jawa Tengah, Kamis (23/1/2020). ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/pras.

Tahun ini bakal jadi tahun yang berat bagi petani cabai seantero negeri. Komoditas panen sulit terjual hingga harganya terjun bebas. Seorang petani cabai asal Banyumas bernama Gisneo mengatakan kepada reporter Tirto, Selasa (5/5/2020), kalau saat ini harga cabai hanya Rp5.000 per kilogram. "Biasanya di atas Rp20 ribu per kg," katanya. Beruntung ia menerapkan pola tanam tumpang sari atau menanam beberapa jenis komoditas dalam satu ladang. Konsep ini terbilang ampuh mencegah rugi lebih besar kala harga cabai terjun bebas. "Kami sudah dapat dari yang lain. Misalnya pinggirannya sudah ditanam oyong, kemudian cabainya kami tumpangi juga dengan tanaman tomat. Jadi saling subsidi silang.

 Kalau cabai saja ya pasti rugi," katanya. Namun, tak semua petani seperti Giseno. Banyak yang menggantungkan hidupnya hanya dari menanam cabai. Ketua Umum Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) Abdul Hamid menjelaskan saat ini banyak petani yang merugi, bahkan tak jarang mereka tak bisa mengembalikan modal usaha yang didapat dari utang ke bank dan sulit menutupi sekadar kebutuhan hidup sehari-hari. "Pinjam uang ke bank untuk tanam pada Januari-Februari, baru kemudian panen. Sekarang panen malah seperti ini, kan otomatis tidak bisa membayar utang ke bank," kata Abdul Hamid kepada reporter Tirto, Selasa (5/5/2020).

Jatuhnya harga cabai tak lepas dari imbas penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dilakukan sejumlah pemerintah daerah dalam rangka menangkal penyebaran virus COVID-19 lebih luas. Abdul Hamid menjelaskan PSBB membuat gerak para distributor cabai--dari petani ke pasar-pasar di berbagai wilayah--jadi terbatas. Pengepul besar pun banyak yang mengerem penyerapan. "Ada masalah di penyaluran, penyaluran yang tidak normal. Sekarang itu masalahnya petani sedang panen raya melimpah, pasarnya juga perlu tapi salurannya enggak ada," jelas dia. PSBB juga membuat permintaan cabai dari restoran dan tempat makan lesu. Abdul Hamid mengatakan masalahnya bukan karena daya beli kurang, "tapi orang yang susah belanja karena takut." Para petani sebenarnya bisa saja memperluas pasar lewat jejaring online. Namun Abdul Hamid mengatakan transaksi dengan cara demikian kurang cocok. "Mau jual takut ditipu, kan," katanya menegaskan. 

Peran Pemerintah Atas semua situasi ini, ia berharap pemerintah melakukan sesuatu. Ia berharap pemerintah berperan terutama dalam hal distribusi. Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati, pemerintah dapat memaksimalkan peran Perum Bulog untuk menyerap panen petani. Cara lainnya adalah dengan melibatkan korporasi. "Harus ada sistem pengepulan, [dari] Bulog, supaya harga terjamin. Kan itu bisa jadi bahan baku industri, kalau kelebihan produksi bisa jadi olahan sambal kering dan lain-lain. Jadi enggak ada cerita lagi soal cabai yang tidak laku," kata Enny kepada reporter Tirto, Selasa (5/5/2020). Hal serupa diungkapkan Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih. "Memotong rantai pasok distribusi bisa dilakukan dengan memaksimalkan peran Bulog, BUMN pangan, dan koperasi petani," katanya.

Pemerintah bukannya tak tahu persoalan ini. Presiden Joko Widodo sendiri yang mengatakan PSBB mengganggu distribusi barang, Selasa 28 April lalu. Karena itu ia berharap bawahannya segera menyelesaikan masalah ini. Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Prihasto Setyanto mengatakan instansinya tengah berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk memperlancar distribusi hasil tani termasuk cabai. Sementara terkait permintaan membantu penyerapan, ia mengatakan akan membahas itu. "Kami juga baru selesai refocusing anggaran. Jadi soal penyerapan, akan dibahas," katanya kepada reporter Tirto, Rabu (6/5/2020). Selain dari sisi pemerintah, ia juga meminta para petani lebih cerdik melakukan "manajemen pola tanam" agar masalah serupa tak terjadi di kemudian hari. "Kalau semua menanam komoditas yang sama tanpa melihat manajemen pola tanamnya, ada waktu di mana cabai membludak, [ada waktu] cabai kurang." "Jadi diaturlah penanamannya," kata Prihasto.

Sumber : tirto.id

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel